ABSTRACT: This research aimed to determined legal considerations used by the State
Administrative Court, State Appellate Administrative Court, and the Supreme Court on
the Decree of The Head of National Land Board cancellation, based on the demotion of
Land Deed Official case and also the National Land Board action on the State
Administrative Court verdict, the State Appellate Administrative Court verdict, and the
Supreme Court verdict on the demotion of Land Deed Official case.
The writing method in this thesis is normative juridical. The data that is used are
the primary data and secondary data. Secondary data is obtained by literature study,
whereas the primary data is obtained through interviews. Interviews are conducted on
information sources from the State Administrative Court Jakarta, National Land Board,
Notary/Land Deed Official that are related with this particular thesis. The analysis in this
research is conducted using qualitative methods, i.e. data obtained qualitatively analyzed
and presented descriptively. As for the deduction is done by using the deductive method
of thinking, which it concludes the results of the research inclusively. Based on the use of
this method, it is expected to obtain a clear and comprehensive picture about the
conformity of the conceptual foundation that is used with the title of this research.
In this particular case there are no existence of fact where as a procedure had
been done by the Accused to have listened the Plaintiff. It is proven that the Plaintiff was
not given any chance to plead before the dishonorable demotion from the Land Deed
Official being verdict. The demotion Decree has been cancelled through law procedure
that is set forth, but the execution has not been done up until present. Last resort of
attempt in this particular case is the plaintiff make a letter to President of The Republic of
Indonesia to command the Head of National Land Board to actualize the Court verdict
and also to the House of People's Representative to actuate its watch function, for it is the
entitled right of the plaintiff who had won the case on the Supreme Court which up until
present time the verdict have not been given any law certainty.
INTISARI: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan-pertimbangan hukum
yang digunakan Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
dan Mahkamah Agung sebagai dasar pembatalan Surat Keputusan Badan Pertanahan
Nasional dalam kasus pemberhentian Pejabat Pembuat Akta Tanah serta tindak lanjut
Badan Pertanahan Nasional terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara, putusan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan putusan Mahkamah Agung dalam kasus
pemberhentian Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Metode penulisan dalam thesis ini adalah yuridis normatif. Data yang digunakan
adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh dengan cara studi
kepustakaan, sedangkan data primer diperoleh melalui wawancara. Wawancara
dilakukan terhadap narasumber dari Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Badan
Pertanahan Nasional dan Notaris/PPAT yang berkaitan dengan penulisan tesis ini.
Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu
data yang diperoleh dianalisi secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif. Adapun
untuk pengambilan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan metode berpikir yang
deduktif, yaitu menyimpulkan hasil penelitian yang khusus. Berdasarkan penggunaan
metode ini diharapkan dapat diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh tentang
kesesuaian landasan konseptual yang digunakan dengan judul penelitian.
Dalam kasus ini tidak terdapat fakta adanya prosedur yang dilakukan oleh
Tergugat untuk mendengarkan pihak Penggugat. Terbukti Penggugat sama sekali tidak
diberi kesempatan untuk membela diri sebelum sanksi pemberhentian dengan tidak
hormat dari jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dujatuhkan. Surat Keputusan
pemberhentian ini sudah dibatalkan melalui prosedur hukum yang berlaku namun
eksekusinya belum dilaksanakan sampai saat ini. Upaya terakhir dalam kasus ini adalah
penggugat, terbanding, termohon kasasi membuat surat kepada Presiden Republik
Indonesia untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan pengadilan dan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk menjalankan fungsi pengawasan, dikarenakan
penggugat, terbanding, termohon kasasi sudah memenangkan perkara sampai tingkat
Mahkamah Agung namun hingga saat ini belum memperoleh kepastian hukum.